<!--[if gte mso 9]><xml> Normal 0 false false false EN-US KO AR-SA </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri",sans-serif; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:KO;} </style> Program Living Collection edisi 10 Agustus 2022 mengangkat tema Penghayat Kepercayaan Sapta Darma dengan menghadirkan Bapak Naen Soeryono, SH., MH. Beliau juga merupakan Ketua Umum Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Pusat. Dalam wawancara oleh Ibu Ida Nur’aini Hadna M.Pd.,  Bapak Naen menjelaskan pengalamannya dan tentang praktek spiritual yang diajarkan dalam Sapta Darma. Dalam wawancara tersebut beliau menyampaikan bahwa Sapta Darma bukan atheis, karena Penghayat Kepercayaan Sapta Darma juga menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Sapta Darma sudah dianut beliau semenjak dalam kandungan. Hal tersebut dikarenakan latar belakang orang tua beliau yang berprofesi sebagai Polisi, sudah melakukan spiritual penghayatan Sapta Darma.

Sapta berarti pitu (tujuh) dan Darma berarti kewajiban suci, jadi Sapta Darma berarti tujuh kewajiban suci  dalam menjalankan Darma. Sujud di Sapta Darma bagi laki-laki dilakukan bersila, sedangkan perempuan dengan timpuh, menghadap ke timur dan tangan ”sedakep”.  dilakukan setidaknya 1x dalam sehari. Bapak Naen juga menjelaskan tentang kurikulum sujud sesuai dengan ajaran Sapta Darma. Sujud dilakukan sampai mencapai ketenangan, fokus kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Penghayat Kepercayaan Sapta Darma melaksanakan ritual bagi wanita yang mengandung, yaitu seperti ketika masuk usia kandungan tiga bulan, tujuh bulan, serta ritual menjelang kelahiran bayi. Saat anak sudah lahir, dilakukan ritual membagikan makanan kepada masyarakat sekitar untuk memperkenalkan anak, berbagi bingkisan pada anak jalanan dan yang kurang mampu. Adapun ritual peringatan kematian dilakukan ritual peringatan 3 hari,  7 hari sampai 1000 hari. Pada peringatan 1000 hari keluarga menyembelih sapi supaya almarhum yang sudah meninggal dikenang banyak orang. Konsep kematian pada ajaran Sapta Darma adalah bahwa manusia yang awalnya tidak ada, menjadi tidak ada.

Dalam hal pernikahan, sesuai dengan Undang-undang, sudah diperbolehkan menikah secara Sapta Darma dan dicatat dalam catatan sipil. 7 (tujuh) hari sebelum menikah belum boleh berkumpul dengan melakukan tirakat di rumah masing-masing dan diajarkan tentang kewajiban suami-istri agar kelak setelah menjadi suami-istri yang dilandasi dengan keseucian. Sebelumnya juga ada tirakatan. Biasanya dilaksanakan di sanggar dengan kain putih 2 kain putih. Duduk di kain 2 meter, suami istri di depan pemuka penghayat yang menuntun lafal-lafal ajaran Sapta Darma dan mendapat akta kawin dari catatan Sipil. Pemuka penghayat yang disahkan dari Dirjen Kebudayaan berhak mengesahkan perkawinan, mendoakan orang meninggal. Tugas tersebut dilaksanakan dengan keihklasan, berlandaskan pengabdian.

Ada 178 organisasi penghayat kepercayaan yang diwadahi melalui Majelis Luhur Kepecayaan Tuhan Yang Maha Esa dan mewadahi 1025 Organisasi Adat. Sapta Darma merupakan salah satu dari organisasi penghayat kepercayaan tersebut. Yang membedakan organisasi penghayat kepercayaan satu dengan yang lain adalah ajaran, ritual, dan asal daerah.

Hari raya Sapta Darma adalah pada Bulan Suro, tepatnya tanggal satu Suro, biasanya menyelenggarakan wayangan dan berbagi sembako dengan masyarakat sekitar. Kitab Suci Sapta Darma adalah Buku Dasawarsa. Ajaran penghayat mengandung 3 konsep ajaran, yaitu: 1) Tentang Sangkan Paraning Dumadi : Kelahiran sampai kematian, 2) Manunggaling Kawulo Gusti : Konsep ritual bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3) Memayu Hayuning Bawono : Kewajiban sebagai sesama manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Bapak Naen, penerimaan masyarakat terkait warga Sapta Darma, cukup baik bahkan saling membantu dan saling menolong ketika saling membutuhkan. Wawancara selengkapnya dengan Bapak Naen Soeryono, SH., MH. ini dapat pemustaka saksikan melalui youtube channel @sukalib. (Ist)