Nomor Panggil : R 338.174.611 Bir P C.1
Kolasi : 542 p
Ketika Indonesia mencapai produksi sekitar 17,4 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2007, sejak itu pula Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia. Malaysia yang selama ini menjadi negara terbesar, produksinya terlampaui Indonesia dan hanya mencapai sekitar 15,8 juta ton CPO pada tahun tersebut. Peningkatan produksi CPO Indonesia didorong oleh perluasan kebun baru dan tanaman ulang yang sudah menghasilkan. Sebaliknya produksi CPO Malaysia menurun sekitar 0,4% yang dikarenakan banjir yang menimpa sentra-sentra penghasil CPO di Malaysia, terutama Iohar Selatan. Namun demikian, sebagai negara terbesar Indonesia masih ter?nggal dibandingkan Malaysia, seperti dalam produk??tas kebun, dan industri Oleh sebab itu Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan momentum sebagai produsen terbesar dunia ini dengan kebijakan—kebijakan yang produk?f, yang nantinya dapat menikma? keuntungan yang optimal dari bisnis CPO Dalam hal ini dibutuhkan keseriusan dan sinergi antardepartermen dalam menyusun konsep pemgembangan komoditas kelapa sawit yang komprenhensif. Selama ini, kebutuhan minyak sawit didalam negeri terus meningkat, demikian pula untuk pasar ekspor yang juga meluas pasarnya. Selama periode lima tahun terakhir (2003—2007), kebutuhan terbesar minyak sawit didalam negeri adalah untuk bahan baku industri minyak goreng yang terns meningkat diatas 10% setiap tahun, karena minyak goreng ini telah menjadi kebutuhan masyarakat baik digtmakan langsung maupun untuk sektor industri pemakai. Demikian pula, kebutuhan minyak sawit ini akan bertambah apabila program nasional untuk pengembangan bio-diesel (biofuel) mengandalkan bahan baku utamanya minyak sawit. Sementara itu, dipasaran ekspor, indonesia adalah sebagai negara pemasok minyak sawit tergolong besar dan telah memasok ke sejumlah negara yang tengah mengembangkan induatri berbahan baku minyak sawit (CPO, PKO) seperti India, Cina, Belanda, dan Jermain. Oleh karena itu, tak heran bila harga minyak sawit dipasar luar negeri melonjak hingga mencapai diatas US$ 800 per ton, maka akan berpengaruh kepada harga didalam negeri, karena sekitar 74% produk minyak sawit Indonesia diserap oleh pasar ekspor di luar negeri. Bila d?ihat dari perkembangan agroindustri kelapa sawit di Indonesia, produksi CPO terus menjngkat dengan rata rata peningkatan sekitar 13,2% per tahun selama periode 2003-2007, yaitu dari 10,7 juta ton pada tahun 2003 naik menjadj sekitar 17,5 juta ton pada 2007. Dari kemampuan produksi ‘ tersebut, terlihat bahwa produksi minyak sawit Indonesia lebih banyak untuk ' memenuhi kebutuhan ekspor (74%), selebihnya untuk kebutuhan dalam negeri sebagai bahan baku industri minyak goreng, oleokimia, margarine,sabun dan industri lainnya. Namun permasalahan yang muncul saat ini adalah harga diluar negeri melonjak tinggi, volume kebutuhan ekspor cenderung naik, sementara kebutuhan dalam negeri juga naik, maka dampaknya sering terjadi de?sit pasokan minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri. Kondisi dilematis ini, biasanya pemerintah sebagai regulator akan berperan serta mengatur derasnya aljran minyak sawit ke pasar ekspor untuk menyeimbangkan pasokan di dalam negeri melalui instrumen pajak ekspor, yang saat ini berkisar antara 10% hingga 25%. Dalam hal ini, pemerintah juga berupaya memberikan subsidi untuk meredam harga jual minyak goreng didalam negeri, karena bila mengikuti acuan harga minyak sawit di pasar luar negeri jelas akan jauh lebih‘ tinggi.